Skip to main content

On Liberty: Perihal Kebebasan

Bagi kita bangsa yang besar dan pluralistik ini, "kebebasan yang bertanggung jawab" memang wajib kita perhatikan demi terjaganya persatuan dan kesatuan dalam rel Pancasila. Bagi anggota masyarakat yang masih sulit memhami secara utuh-tuntas tolok ukur dan isi muatan kata "tanggung jawab" itu, buku ini pantas menjadi acuan.
Kebebasan, menurut buku John Stuart Mill yang monumental ini, bukanlah asal semau-maunya sendiri (yang sering mendapat cap tidak enak: liberal). Kebebasan juga bukan berarti kontrol ketat segala lini kehidupan masyarakat oleh negara, sehingga daya-daya masyarakat (civil society) harus tetap tiarap.
Salah satu dari butir sekian banyak butir kebebasan yang dikupas dalam buku ini ialah: sampai sejauh mana, kinerja masryarakat secara sehat mampu menghasilkan individu-individu besar yang mandiri, kuat terbuka dan kritis, baik terhadap diri sendiri ataupun terhadap orang lain, untuk pada akhirnya sampai pada KEBENARAN?
Salah satu kriteria kuncinya ialah tingkat pendidikan. Generasi yang ada sekarang bertanggung jawab atas generasi masa depan. Dan pendidikan yang bermutu membuka runag-ruang diskusi yang bebas, kreatif lagi beradab dalam seni mengelola perbedaan pendapat. Rasa curiga berlebihan tanpa dasar, apalagi bila disertai kekerasan, bukanlah cara terhormat untuk sebuah masyarakat yang beradab.

On Liberty - Perihal Kebebasan/Mill, John Stuart; terjemahan dan kata pengantar: Alex Lanur, OFM; edisi 2. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia 2005.
xxiv + 238 hlm.; 13x18 cm.
ISBN: 979 - 461 -237 -5

Comments

Popular Post

Tata Guna Lahan Berkelanjutan Untuk Memaksimalkan Dampak Dana Desa

"Pencapai Dana Desa selama ini masih memerlukan penyempurnaan. Tugas kita merencanakan, mengelola, dan mengawal Dana Desa ke depan akan semakin berat." -Sri Mulyani Indrawati Sesuai dengan tujuannya untuk mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan dan ekonomi yang inklusif dan adil, Indonesia berkomitmen untuk menghindari deforestasi. Karena penyebab deforestasi sering berasal dari kegiatan di luar batas hutan, tidak cukup untuk menyelesaikan deforestasi dengan melakukan aksi-aksi terpisah yang ditujukan untuk kawasan hutan tertentu. Indonesia juga harus bekerja untuk memperkuat ekonomi pedesaan dan meningkatkan kerja sama regional dengan bekerja di berbagai yurisdiksi administratif yang mencakup tata kelola hutan. Untuk memastikan keberhasilan pendekatan yurisdiksi ini, peningkatan kekuatan ekonomi dan pemerintahan desa adalah kuncinya. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia telah membuat banyak perubahan kebijakan fiskal untuk meningkatkan ekonomi pedes

Economic Growth in Indonesia: An Assessment

Quality economic growth seems to be a mantra that must be uttered by policymakers and academics in every seminar on economic development in Indonesia. The characteristics of quality economic growth are high, sustainable growth and creating jobs. Based on data from the Economic Outlook for Southeast Asia, China and India 2019: Towards Smart Urban Transportation , it shows that Indonesia's economic growth projection is 5.3%. Higher than Malaysia, which is projected to grow by 4.6%, Thailand 3.7%, and Singapore 2.7%. Moreover, in the past decade, Indonesia's economic growth has been relatively stable at 5% per year and is among the highest in the world along with China, Brazil, India, and South Africa.  However, the question is whether Indonesia's economic growth is enjoyed by most Indonesian people? How is the distribution of economic development growing bigger, both individually and regionally? The answer to the question above does not seem to be encouraging. The trend o

Family Visioneering

Anak adalah buah hati dan harapan masa depan. Anak walaupun tidak jadi kelanjutan orangtuanya dalam profesi bahkan bakat atau kecenderungannya, tetapi anak adalah kelanjutan orangtua paling tidak dalam namanya karena anak dalam menyandang nama orangtua, bahkan anak adalah kelanjutan orangtua dalam sukses yang diraihnya karena sukses seorang anak pada hakikatnya bukan sukses sang anak pribadi, tetapi sukses orangtuanya yang mendidik, mengarahkan. Dan mengembangkan bakatnya. Demikian juga sebaliknya, kegagalan anak dapat dinilai sebagai kegagalan orangtua, karena pada hakikatnya tidak ada anak yang menjadi sumber kesalahan tetapi orantuanyalah yang salah dalam mendidik dan memberi bekal lisan, tulisan atau keteladanan yang keliru.  Hakikat diatas bukan saja diakui oleh penganut teori Tabularasa yang menggambarkan anak sebagai kertas putih yang belum bertuliskan, tetapi agama Islam pun mengakuinya kendati Islam tidak menganut teori itu. Rasul Islam-Nabi Muhammad SAW menegaskan bahw