Skip to main content

Buku Oh Buku


Beberapa hari yang lalu saya membulatkan tekad untuk mengunjungi dokter mata. Selain untuk memeriksakan mata yang terasa mulai kabur dengan kacamata yang sedang saya pakai saat itu, saya juga bermaksud untuk memanfaatkan jatah claim kacamata dari asuransi kantor ayah yang nominalnya cukup lumayan.
Setelah memeriksakan mata di RS AU Halim Perdana Kusuma, ternyata oh ternyata, dengan berbesar hati saya menerima hasil dari sang dokter bahwa minus mata saya bertambah. Kali ini, jumlah pertambahannya bisa dibilang cukup banyak (kurang lebih 0,5 untuk setiap mata) *nangis meminta maaf pada mata*. Sekarang mata saya berminus 1,25 dan 1.
Setelah dipikir-pikir, mungkin ini diakibatkan oleh semakin meningkatnya kecanduan saya untuk membaca buku. Sering kali belakangan saya memanfaatkan weekend dan menargetkan untuk menyelesaikan membaca setidaknya satu buah buku. Dimulai dari jumat malam (kalau tidak berkebutuhan tidur awal karena sakit), saya akan mulai begadang untuk membaca atau menulis. Terkadang saya tidur setelah jam tiga dini hari, dan akan melanjutkan membaca setelah tidur.
Rasanya….ada kepuasan yang sulit untuk diucapkan setiap kali menyelesaikan membaca sebuah buku setiap weekend. Dari buku yang saya pilih, selalu ada pengalaman imajinatif yang menguatkan, informasi yang mengayakan, traveling baik jiwa maupun pikiran. Setiap menyelesaikannya, rasanya saya siap menghadapi hari senin dengan semangat baru. Saya lebih rela untuk menghabiskan weekend untuk membaca daripada nonton film di bioskop (karena tiket weekend harganya mahal, dan lebih senang nonton ketika weekdays :p).
Sekarang saya sedang menyelesaikan Berjalan Menembus Batas (buku yang saya peroleh dari talk show Kick Andy pada peringatan Hari Kartini di kantor ayah) dan Travelers Tales Belok Kanan: Barcelona! (yang saya pinjam dari perpustakaan kantor ayah).
Dan akhirnya, SAYA INGIN JALAN-JALAAAAAAAN!

Comments

Popular Post

Tata Guna Lahan Berkelanjutan Untuk Memaksimalkan Dampak Dana Desa

"Pencapai Dana Desa selama ini masih memerlukan penyempurnaan. Tugas kita merencanakan, mengelola, dan mengawal Dana Desa ke depan akan semakin berat." -Sri Mulyani Indrawati Sesuai dengan tujuannya untuk mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan dan ekonomi yang inklusif dan adil, Indonesia berkomitmen untuk menghindari deforestasi. Karena penyebab deforestasi sering berasal dari kegiatan di luar batas hutan, tidak cukup untuk menyelesaikan deforestasi dengan melakukan aksi-aksi terpisah yang ditujukan untuk kawasan hutan tertentu. Indonesia juga harus bekerja untuk memperkuat ekonomi pedesaan dan meningkatkan kerja sama regional dengan bekerja di berbagai yurisdiksi administratif yang mencakup tata kelola hutan. Untuk memastikan keberhasilan pendekatan yurisdiksi ini, peningkatan kekuatan ekonomi dan pemerintahan desa adalah kuncinya. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia telah membuat banyak perubahan kebijakan fiskal untuk meningkatkan ekonomi pedes

Economic Growth in Indonesia: An Assessment

Quality economic growth seems to be a mantra that must be uttered by policymakers and academics in every seminar on economic development in Indonesia. The characteristics of quality economic growth are high, sustainable growth and creating jobs. Based on data from the Economic Outlook for Southeast Asia, China and India 2019: Towards Smart Urban Transportation , it shows that Indonesia's economic growth projection is 5.3%. Higher than Malaysia, which is projected to grow by 4.6%, Thailand 3.7%, and Singapore 2.7%. Moreover, in the past decade, Indonesia's economic growth has been relatively stable at 5% per year and is among the highest in the world along with China, Brazil, India, and South Africa.  However, the question is whether Indonesia's economic growth is enjoyed by most Indonesian people? How is the distribution of economic development growing bigger, both individually and regionally? The answer to the question above does not seem to be encouraging. The trend o

Family Visioneering

Anak adalah buah hati dan harapan masa depan. Anak walaupun tidak jadi kelanjutan orangtuanya dalam profesi bahkan bakat atau kecenderungannya, tetapi anak adalah kelanjutan orangtua paling tidak dalam namanya karena anak dalam menyandang nama orangtua, bahkan anak adalah kelanjutan orangtua dalam sukses yang diraihnya karena sukses seorang anak pada hakikatnya bukan sukses sang anak pribadi, tetapi sukses orangtuanya yang mendidik, mengarahkan. Dan mengembangkan bakatnya. Demikian juga sebaliknya, kegagalan anak dapat dinilai sebagai kegagalan orangtua, karena pada hakikatnya tidak ada anak yang menjadi sumber kesalahan tetapi orantuanyalah yang salah dalam mendidik dan memberi bekal lisan, tulisan atau keteladanan yang keliru.  Hakikat diatas bukan saja diakui oleh penganut teori Tabularasa yang menggambarkan anak sebagai kertas putih yang belum bertuliskan, tetapi agama Islam pun mengakuinya kendati Islam tidak menganut teori itu. Rasul Islam-Nabi Muhammad SAW menegaskan bahw